Rabu, 19 Oktober 2011

proposal penelitian



PENGARUH AKTIVATOR SLADGE BOKASHI TERHADAP WARNA, BAU, pH, KADAR AIR,NITROGEN TOTAL DAN UNSUR KALIUM DALAM KOMPOS TANDAN KELAPA SAWIT

PROPOSAL PENELITIAN

Oleh :
MUHAMMAD REFQI ZAKI YUL HAQ
16132005



JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2010

BAB I
PENDAHULUAN


1.1Latar belakang    
Kelapa sawit di Indonesia pada saat ini telah merupakan salah satu komoditi yang mengalami perkembangan yang sangat pesat. Hal ini  sejalan dengan perluasan areal  perkebunan sawit. Selain itu, juga semakin meningkatnya produksi  kelapa sawit dan kegiatan ekspor per tahunnya.Disisi lain dengan meningkatnya produksi kelapa sawit juga  menyebabkan peningkatan  jumlah limbah yang dihasilkannya.
Maka salah satu solusi untuk mengatasi masalah limbah ini yaitu dengan pemanfaatan tandan kelapa sawit menjadi kompos yang memiliki nilai ekologi dan ekonomi yang tinggi. Pengolahan limbah perkebunan kelapa sawit lainnya yang direkomendasikan untuk dikaji pengembangannya adalah industri pengolahan TKS menjadi pupuk kompos. Hal ini didukung dengan semakin meningkatnya permintaan pupuk kompos sebagai salah satu bentuk dari asupan organik bagi tanaman  dewasa ini.
Konsumen khususnya di negara maju telah giat menghindari bahan makanan dengan asupan bahan anorganik seperti pupuk kimia dan pestisida/ herbisida dosis tinggi. Model pertanian organikpun telah semakin diminati oleh pelaku agribisnis. Permintaan pupuk organik yang semakin pesat merupakan salah satu peluang pemanfaatan TKS menjadi pupuk kompos secara ekonomis. Pengolahan TKS segar menjadi pupuk kompos pada dasarnya memiliki manfaat ganda yakni jawaban atas permasalahan limbah padat PKS serta manfaat ekonomis sebagai pemasok unsur hara organik bagi tanaman.
Besarnya nilai investasi industri pengolahan pupuk kompos dari limbah tandan kosong kelapa sawit tersebut menyebabkan penulis mencoba untuk merekomendasikan pengembangan pembuatan pupuk kompos  dari TKS ini.
Untuk pengolahan TKS menjadi kompos, cara yang paling banyak digunakan yaitu pengomposan secara aerobik karena murah dan mudah dilakukan, serta tidak membutuhkan kontrol proses yang terlalu sulit. Sedangkan pengomposan secara anaerobik memanfaatkan mikroorganisme yang tidak membutuhkan udara dalam mendegradasi bahan organik.
   Dari uraian di atas, hal ini menimbulkan pertanyaan bagi penulis dalam pengelolahan kompos tandan kelapa sawit yang baik serta kandungan apa saja yang terdapat di dalam kompos tandan kelapa sawit tersebut, sehingga dapat digunakan untuk meningkatkan kesuburan tanah. Hal ini dapat diketahui dengan melihat pengaruh berat tandan terhadap komposisi kimia pupuk yang terbentuk. Dengan mengamati perubahan suhu yang terjadi setiap harinya dan juga dengan perbandingan berat aktivator slage bokashi dengan tandan kelapa sawit. Kemudian dari aktivator tersebut, dapat  dilihat adakah pengaruh aktivator slage bokashi terhadap warna, bau , pH, kadar air, nitrogen total dan unsur kalium dalam kompos yang dibuat dari tandan kelapa sawit.
1.2.Pembahasan dan Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka terdapat beberapa masalah yang perlu dirumuskan, yaitu:
-   Bagaimana cara pengelolahan tandan kelapa sawit menjadi kompos yang benar? Ini dilihat dari faktor-faktor  yang mempengarui pada proses pengomposan.
-   Kandungan apa saja yang terdapat di dalam pupuk kompos sehingga dapat meningkatkan kesuburan tanah? Ini dilihat dari bahan yang digunakan untuk dikomposkan.
1.3.Tujuan Penelitian
Mendapatkan pupuk kompos dari tandan kelapa sawit, serta mengetahui pengaruh aktivator terhadap  warna, bau, pH, kadar air, nitrogen total dan unsur kalium dalam kompos yang dibuat dari tandan kelapa sawit.
1.4.Manfaat Penelitian
Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat :
- membuka wawasan berpikir mengenai pemanfaatan tandan kelapa sawit sehingga menjadi  sesuatu  yang bermanfaat dan memiliki nilai ekonomi yang tinggi.
- mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya pada bidang kimia lingkungan.
- menambah wawasan dan referensi bagi pembaca untuk mengetahui kandungan apa saja yang terdapat di dalam pupuk kompus serta bahan dasar apa yang baik digunakan untuk pembuatan pupuk kompos sehingga menghasilkan unsur hara yang banyak.
- Mengatasi masalah lingkungan.
- Bermanfaat bagi diri sendiri, masyarakat dan instansi terkait.




















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kompos
Kompos merupakan bahan organik, seperti daun-daunan, rumput-rumputan, alang-alangan, dedak padi, batang jagung, dan limbah rumah tangga dimana mengalami proses dekomposisi oleh mikroorganisme pengurai, sehingga dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki sifat-sifat tanah. Kompos mengandung hara-hara mineral yang essensial bagi tanaman.
            Sisa tanaman, hewan atau kotoran hewan, juga sisa jutaan makhluk kecil yang berupa bakteri, jamur, ganggang, hewan satu sel, maupun banyak sel merupakan sumber bahan organik yang sangat potensial bagi tanah karena perannya yang sangat penting terhadap perbaikan sifat fisik, kimia dan biologi tanah.
Prinsip dasar dalam proses pengomposan adalah terjadinya penguraian bahan organik oleh sejumlah besar mikroorganisme perombak, dalam lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobik dengan hasil akhir berupa humus. Dalam proses ini mikroorganisme mengambil oksigen dari udara, air dan makanan dari bahan organik.  Kecepatan proses dekomposisi antara lain sangat ditentukan oleh  ukuran partikel bahan organik dan C/N rasio bahan organik yang akan dirombak. Perbandingan C/N rasio dalam bahan  campuran pembuatan kompos yang baik, berkisar antara : 25/1 sampai 35/1. Untuk menurunkan C/N rasio bahan dasar kompos, maka dalam membuat campuran formulasi, dapat ditambahkan beberapa limbah ternak, antara lain: limbah peternakan sapi, ayam, maupun babi. Selain itu penambahan aktivator (mikroorganisme perombak) sangat nyata berpengaruh terhadap kecepatan proses dekomposisi.
Tujuan utama pengomposan adalah untuk menghasilkan humus berkualitas sebanyak mungkin. Dalam proses pembusukan terjadi perubahan fisik dan kimia dari sisa-sisa tanaman dan atau hewan menjadi bahan organik matang. Respon tanaman merupakan indikator utama dari kualitas kompos Menurut Schuchard, et al. (1998) tingkat kematangan kompos dapat dilihat dari kriteria primer maupun sekunder. Ratio C/N, suhu, kadar air, warna, dan struktur bahan merupakan kriteria sekunder. Sedangkan kriteria utama dari tingkat kematangan kompos adalah pertumbuhan tanaman yang dipengaruhi oleh pemberian kompos tersebut.
Pengomposan pada material organik menghasilkan carbon dioksida dan air, diatas 75%  pada material organik dapat didekomposisi dengan menggunakan dua proses. Produk akhir pada pada biotreatment  yang stabil dan dapat digunakan sebagai penyubur tanah atau penguraian pada permukaan tanah. Oksigen yang diperlukan pada produk akhir yang stabil adalah kurang dari 6 jam dibandingakn dengan material organik yang tidak diperlukan. Bagaimanapun, ratio C/N rendah pada produk ( kompos) membuatnya cocok digunakan pada tanah.
Kompos adalah proses eksotermik dan dapat diperoleh pada suhu maksimal 60 -70oC. Jika dipertahankan selama satu jam atau lebih temperatur ini dapat mengahancurkan  phatogen utama dan parasit. Kompos yang stabil dapat digunakan untuk penyuburan, nilai produk kompos tergantung pada metoda yang digunakan. Kompos anaerob menghasilkan lebih dari 50% ( pada metrial organik) sebagai kompos. Percobaan anaerob bisa menghasilkan 20 -40 % produk kompos.
Pada penelitian ini digunakan sladge bokashi yaitu pupuk kompos yang dihasilkan dari proses fermentasi atau peragian bahan organik  dengan teknologi EM4 (Effective Microorganisms 4). EM4 sendiri mengandung Azotobacter sp., Lactobacillus sp., ragi, bakteri fotosintetik dan  jamur pengurai selulosa. Bahan untuk pembuatan bokashi dapat diperoleh  dengan mudah  di sekitar lahan pertanian, seperti jerami, rumput, tanaman kacangan, sekam,  pupuk kandang atau  serbuk gergajian. Namun bahan yang paling baik digunakan sebagai bahan pembuatan bokashi adalah  dedak karena mengandung zat gizi yang sangat baik untuk mikroorganisme. 
Bila dibandingkan dengan pupuk organik lainnya, Bokashi memiliki beberapa keunggulan yaitu :
       I.            Kandungan unsur haranya sangat tinggi
    II.            Kandungan mikroorganisme yang menguntungkan ( Effective Microorganisms ), juga tinggi
 III.            Penyerapan oleh tanaman lebih cepat, karena pupuk dibuat melalui proses fermentasi
          IV.   Proses pembuatannya relatif cepat. Waktu yang dibutuhkan kira-kira 4-7 hari

Bahan baku yang dibutuhkan antara lain : jerami padi, dedak, merang, sekam, limbah rumah tangga, sampah organik dan lain – lain. Semakin banyak jenis bahan organik yang digunakan, maka semakin banyak pula kandungan unsur hara dan mikroorganismenya.

2.1.1 Penggunaan kompos
Kompos dapat diperoleh dari sampah kota yang mengandung masing – masingnya 1% NPK dan bermanfaat untuk hasil produksi. Bagaimanapun pengomposan dapat mengubah nutrien seperti pelepasan secara perlahan – lahan untuk absorbsi  pada tanaman dengan cara meminimalkan kerugian – kerugian yang terjadi. Kompos biasanya juga mengandung sedikit unsur lain seperti Mn,Cu,Bo dan Mo yang esensial untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman, pada beberapa situasi dimana pada tanah yang terkena cahaya dan mengandung pasir. Penambahan kompos dapat memperbaiki tekstur tanah dan mengurangi aliran air dan oleh sebab itu, kapasitas untuk menahan air meningkat. Penambahan kompos juga dapat memperbaiki perubahan kapasitas ion pada tanah dan perbaikan tanah pada umumnya, sedangkan kapasitas penyangga dapat dicapai karena penambahan pasangan organik yang stabil.
2.1.2 Pre- kondisi ( keadaan sebelum pengomposan )
Beberapa pre kondisi yang perlu diselesaikan sebelum memulai pengomposan. Kriteria yang penting pada pengomposan adalah kecocokan pada sampah seperti : PH, ratio C/N, kelembapan dll.
2.2 Prinsip – prinsip pada proses pengomposan
Pengomposan adalah pembusukan aerob senyawa organik yang berbentuk CO2,NO2 dan NO3. Mikrooragisme aerob menggunakan karbon dari sampah sebagai sumber energi sedangkan nitrogen bisa dimanfaatkan kembali.
     Aerob
  Senyawa organik                                           CO2,NO2,NO3
                                       Oksidasi
Proses pengomposan umumnya dilakukan dengan empat tingkat yaitu :
1.      Mesophilic
Organisme mesophilic secara aktif menghancurkan material organik pada temperatur material pengomposan mencapai 50 – 55oC selama dua hari. Pada tingkat ini bakteri mesophilic dan populasi fungi berturut – turut adalah 108 dan 106 / g pada kompos basah sedangkan pada bakteri thermopilic dan  populsi actinomycetes akan mencapai 104 / g pada kompos basah, disamping itu populasi fungi thermopilic adalah 103/g kompos basah.
2.      Thermopilic
Populasi mikrofloral thermopilic mencapai 107 – 109/g kompos basah sedangkan mesophilic menurun 103 – 106. Temperatur awal mencapai maksimum dimana organisme yang sensitive pada temperatur ini akan mati.


3.      Mesophilic kedua
selanjutnya tingkat mesophilic kedua dari tingkat thermopilic ketika pendinginan awal  sampai akhir pada tingkat kedua dan populasi miroba menurun. Pada langkah ini sekali lagi populasi bakteri mesophilic meningkat sekitar 1011/g kompos basah sedangkan populasi fungal adalah 105. Perbandingan mikroba pada sisa material organik pada tingkat ini, disebabkan oleh kerusakan selulosa dan lignin pada sampah.
4.      Maturasi
Pada tingkat keempat adalah tingkat maturasi atau kematangan adalah ketika kompos telah siap dan populasi mikroba secara berangsur – angsur mati dengan semua total kerusakan material organik.

2.3 Faktor yang mempengaruhi pengomposan
a. Perbandingan C dan N
Apapun jenisnya, sampah organik rumah tangga yang akan dikomposkan sebaiknya memiliki perbandingan undur karbon dan nitrogen sekitar 30 (atau anatara 20 – 40). Jika rasionya tinggi, proses pengomposan akan sangat lambat. Akan tetapi jika rasio terlalu kecil akan timbul gas amoniak yang menyengat atau berlebihnya pelepasan gas yang mengandung N.
Unsur C dipergunakan oleh mikroba terutama digunakan untuk sumber energi, sedangkan unsur N terutama sebagai perkembangbiakan mikroba.Setiap jenis sampah organik mengandung unsur C dan N dengan perbandingan tertentu. Sampah coklat (sampah yang kandungan karbonnya tinggi) memiliki perbandingan C/N 50/500 lebih. Pada sampah hijau (sampah yang kandungan nitrogennya tinggi) perbandingan C dan N umumnya di bawah 30. tinggi kandungan unsur C dalam sampah coklat harus diimbangi dengan sampah hijau, sehingga mendapatkan perbandingan C dan N yang optimal.
Dalam praktek pengomposan, oleh karena sering memperhitungkan volume maka kita dapat memcampur sampah coklat dengan sampah hijau dengan perbandingan 2 :1 dan 3 : 1.
b. Kelembaban
Air sangat diperlukan bagi kehidupan mikroba yang bekerja dalam proses pengomposan. Akan tetapi jika terlalu banyak air maka ruang antar partikel sampah akan tersumbat sehingga udara tidak bisa masuk. Jika udara tidak bisa masuk maka mikroba aerob akan mati. Selanjutnya yang bekerja menguraikan proses pembusukan akan menhhasilkan bau busuk. Namun, jika sampah terlalu kering maka akan menimbulkan dehidrasi bagi mikroba dan pengomposan berjalan dengan lambat.
Kelembaban yang optimal adalah sekitar 50-60%. Nilai kelembaban tersebut dapat dirasakan dengan tangan yaitu terasa basah seperti busa spon yang habis diperas tetapi airnya tidak sampai menetes. Jika menyiram kompos sebaiknya digunakan air yang tidak mengandung klorin.  
c. Aerasi
Mikroba yang berperan dalam proses pengomposan adalah bersifat aerob sehingga memerlukan udara dalam kehidupannya. Mikroba memerlukan oksigen untuk tumbuh dan berkembang biak. Jika udara tidak tersedia, mikroba anaerob akan mengambil alih proses penguraian sampah. Mikroba tersebut menguraikan secara lebih lambat, menghasilkan gas metan yang beracun dan gas H2S yang berbau busuk.
Pada lapisan sampah yang baru, masih terkandung cukup oksigen. Tetapi jika mikroba telah berkembang biak, dan kompos sudah mulai terbentuk, mikroba ini memerlukan banyak oksigen sehingga meteri yang dikomposkan perlu sering di aduk atau di balik untuk memasukan udara segar. Untuk mempertahankan oksigen, pada dinding bagian bawah atau di samping wadah pengomposan diberi lubang.
d. Suhu
Proses pengomposan oleh mikroba menghasilkan energi dalam bentuk panas. Panas ini, sebagian akan tersimpan dalam tumpukan dan sebagian lagi terpakai oleh proses penguapan. Panas yang terperangkap di dalam tumpukan akan menaikan suhu tumpukan. Biasanya suhu tumpukan berada diatas 55oC pada dua minggu pertama. Selanjutnya temperatur secara perlahan akan menurun sejalan dengan menurunnya aktivitas mikroba dalam menguraikan material sampai mendekati suhu ruang. Hangatnya suhu pada level tertentu akan meningkatkan proses metabolisme mikroba.



e. Tingkat Keasaman (pH)
Pada awal proses pengomposan, pH cenderung menurun karena pembentukan asam organik sederhana. Beberapa hari kemudian pH akan nail sampai agak basa, akibat adanya penguraian protein dan pelepasan amonia.
Keadaan awal yang terlalu asam dapat mengakibatkan kegagalan tumpukan untuk menjadi panas. Upaya yang paling bijaksana untuk menghindari kondisi tersebut adalah memberikan perhatian penuh pada saat pencampuran bahan. Kondisi optimum pH adalah 7 atau mulai dari 5 sampai 8.
f. Ukuran Partikel
Ukuran partikel akan berpengaruh terhadap aerasi dan efektivitas permukaan partikel yag diuraikan mikroba. Semakin kecil ukuran partikel, semakin besar luas permukaan yang tersedia untuk diuraikan oleh mikroba sehingga proses pengomposan dapat lebih cepat.
Akan tetapi, partikel yang terlalu kecil akan memadat menyebabkan ruang antar partikel menjadi kecil dan sempit sehingga aliran udara menjadi terhambat. Jika hal itu terjadi, maka akan terjadi proses penguraian sampah secara anaerob.Jika ukuran partikelnya amat besar, luas permukaan untuk operasi mikroba menjadi berkurang sehingga proses pengomposan berjalan lambat.

g. Ukuran wadah pengomposan/ komposter
Menurut kepustakaan, ukuran tumpukan atau wadah pengomposan untuk pencampuran satu adonan yang ideal adalah 1 m x 1 m x 1 m, atau volumenya 1 m3. Dengan ukuran ini dapat dipertahankan suhu dan kelembapan kompos dan cukup memberi kesempatan udara segar masuk ke bagian tengah tumpukan pada saat pembalikan.
h. Aktivator
Berbagai jenis mikroba secara alamiah telah ada di dalam semua jenis sampah organic yang dikomposkan. Semakin beragam material sampah yang dikomposkan, semakin beragam pula mikroba yang tersedia. Kita dapat menggunakan activator alamiah yang sangat murah dan bagus seperti kompos, tanah subur dan kotoran ternak.

2.4 kompos tandan kelapa sawit
Proses pengomposan pada  tandan kosong kelapa sawit ini tidak menggunakan bahan cair asam dan bahan kimia lain sehingga tidak terdapat pencemaran atau polusi, selain itu proses pengomposannya pun tidak menghasilkan limbah. Peneliti sebelumnya, menyatakan bahwa dalam kompos TKKS terdapat beberapa kandungan nutrisi penting bagi tanaman. Kandungan nutrisi dalam kompos TKKS dapat disajikan pada Tabel 1. 
Kompos TKKS dapat diaplikasikan untuk berbagai tanaman sebagai pupuk organik, baik secara tunggal maupun dikombinasikan dengan pupuk kimia. Penelitian sebelumnya telah mengaplikasikan kompos TKKS pada tanaman cabe yang dilakukan di Kabupaten Tanah Karo pada tahun 2002. Hasilnya menunjukkan bahwa aplikasi kompos TKKS dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi cabe, yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan tanpa pupuk organik (kontrol) maupun aplikasi pupuk kandang. Aplikasi 0,25 dan 0,50 kg kompos TKKS dapat meningkatkan hasil cabe berturut-turut hingga 24% dan 45% dibanding perlakuan kontrol, sedangkan aplikasi pupuk kandang hanya dapat meningkatkan hasil sebesar 7% dibanding perlakuan control.
Kompos TKKS juga dapat dimanfaat sebagai media tumbuh tanaman hortikultura. Pada penelitian sebelumnya mengenai pemanfaatan kompos TKKS sebagai media tanpa tanah dan pemupukan pada tanaman pot Spathiphyllum, kombinasi kompos TKKS dan pupuk kandang digunakan sebagai petak utama dan frekuensi pemupukan sebagai anak petak. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa komposisi media berpengaruh nyata terhadap semua parameter yang diamati kecuali untuk pori terisi udara dan kadar N daun, sedang frekuensi pemupukan tidak berpengaruh nyata terhadap semua paramater yang diamati kecuali terhadap tinggi tanaman mulai umur dua bulan dan kadar K pada tanaman umur enam bulan. Kombinasi 50% kompos TKKS dan 50% pupuk kandang adalah media yang baik untuk tanaman Spathiphyllum.
 
2.4.1 Keunggulan kompos TKKS
1. kandungan kalium yang tinggi,
2. Tanpa penambahan starter dan bahan kimia,
3. Memperkaya unsur hara yang ada di dalam tanah
4. Mampu memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi

2.4.2 Kompos TKKS memiliki beberapa sifat yang menguntungkan antara lain:                
 (1) memperbaiki struktur tanah berlempung menjadi ringan
               (2) membantu kelarutan unsur-unsur hara yang diperlukan bagi pertumbuhan tanaman
  (3) bersifat homogen dan mengurangi risiko sebagai pembawa hama tanaman 
 (4) merupakan pupuk yang tidak mudah tercuci oleh air yang meresap dalam tanah
 (5) dapat diaplikasikan pada sembarang musim



























BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Universitas Andalas Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Andalas Padang. Penelitian ini direncanakan akan dimulai pada bulan januari 2011.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah pH meter, Termometer, Komposter, Sekop, Garu, Ayakan pasir, Gembor dan peralatan lainnya.
            Bahan yang digunakan adalah sampel yang terdiri dari sampah dari tandan kelapa sawit, limbah padat bokashi, sekam padi, Asam Nitrat, Aquadest.
3.3. Persiapan Sampel
3.3.1 Tandan kelapa sawit
a.        Tandan kelapa sawit dipotong atau dirajang kecil – kecil kira – kira 1 - 2 cm
b.         Masukan aktivator slage bokashi ke dalam komposter yang kita gunakan, kemudian dimasukan tandan kelapa sawit.

3.4. Prosedur Kerja
3.4.1 Pengomposan  tandan kelapa sawit
a.             Masukkan campuran tersebut ke dalam wadah pengomposan (komposter).
b.            Pada hari berikutnya lakukanlah pengadukan, pengamatan suhu pada kompos yang dibuat, atur kelembabannya, tidak boleh terlalu basah karena akan terjadi pembusukan.
c.             Kompos dipanen jika sudah matang yaitu ketika berumur 6-7 minggu.
d.            Proses ini dilakukan dengan membuat variasi aktivator yang ditambahkan.

3.4.2 Penetapan pH
Timbang 10 g sampel, masukan ke dalam botol, ditambah 50 ml air bebas ion. Kocok selama 30 menit. Suspensi tanah diukur dengan pH meter yang telah dikalibrasi menggunakan larutan buffer pH 7,0 dan pH 4,0.  
3.4.3 Penentuan Kadar air
Air dalam sampel diuapkan dengan cara pengeringan oven pada suhu 105oC selama semalam (16 jam).  Timbang  masing-masing 10 g sampel awal dan 5 g sampel yang telah dikeringkan ke dalam cawan porselin bertutup yang sudah diketahui bobotnya. Masukan ke dalam oven dan dikeringkam selama semalam pada suhu 105oC. Dinginkan dalam desikator dan timbang.
Perhitungan 
Kadar air (% )    =    (W – W1) x 100/W   
Dimana: W  = bobot contoh asal dalam gram
   W1  = bobot contoh setelah dikeringkan dalam gram
   100  = faktor konversi ke % 
   fk (faktor koreksi kadar air) = 100/(100 - % kadar air) 

3.4.4 Penentuan nitrogen total
Penetapan N-organik dan N-NH4
Timbang teliti 0,25g sampel  yang telah dihaluskan ke dalam labu Kjeldahl/ tabung digestor. Tambahkan 0,25 – 0,50 g selenium mixture dan 3 ml H2SO4 pa, kocok hingga campuran merata dan biarkan 2 – 3 jam supaya diperarang. Didestruksi sampai sempurna dengan suhu bertahap dari 150 C hingga akhirnya suhu maks  350 C  dan diperoleh cairan jernih (3 –3,5 jam). Setelah dingin diencerkan dengan sedikit akudes agar tidak mengkristal. Pindahkan larutan secara kuantitatif ke dalam labu didih destilator volume 250 ml, tambahkan air bebas ion hingga setengah volume labu didih dan sedikit batu didih. Siapkan penampung destilat yaitu 10 ml asam borat 1 % dalam erlenmeyer volume 100 ml yang dibubuhi 3 tetes indikator conway.  Destilasikan dengan menambahkan 20 ml NaOH 40 %. Destilasi selesai bila volume cairan dalam erlenmeyer sudah mencapai sekitar 75 ml. Destilat dititrasi dengan H2SO4  0,05 N, hingga titik akhir (warna larutan berubah dari hijau menjadi merah jambu muda) = A ml, penetapan blanko dikerjakan = A1 ml.

Penetapan N- NH4
Timbang teliti 1g sampel  halus ke dalam labu didih destilator, tambahkan sedikit batu didih, 0,5 ml parafin cair dan 100 ml air bebas ion. Blanko adalah 100 ml air bebas ion ditambah batu didih dan parafin cair. Siapkan penampung destilat yaitu 10 ml asam borat 1 % dalam erlenmeyer 100 ml yang dibubuhi tiga tetes indikator Conway. Destilasikan dengan menambahkan 10 ml NaOH 40 %. Destilasi selesai bila volume cairan dalam erlenmeyer sudah mencapai sekitar 75 ml. Destilat dititrasi dengan larutan baku H2SO4 0,05 N, hingga titik akhir (warna larutan berubah dari hijau menjadi merah jambu muda) = B  ml, blanko = B1 ml.
Penetapan N-NO3
Bekas penetapan di atas (N-NH3) dibiarkan dingin, lalu tambahkan air bebas ion (termasuk blanko) hingga volume semula. Siapkan penampung destilat yaitu 10 ml asam borat 1 % dalam erlenmeyer 100 ml yang dibubuhi tiga tetes indikator Conway. Destilasikan dengan menambahkan 2 g devarda alloy, destilasi dimulai tanpa pemanasan agar buih tidak meluap. Setelah buih hampir habis, pemanasan dimulai dari suhu rendah, setelah mendidih suhu dinaikkan menjadi normal. Destilasi selesai bila volume cairan dalam erlenmeyer sudah mencapai sekitar 75 ml. Destilat dititrasi dengan larutan baku H2SO4  0,05 N, hingga titik akhir (warna larutan berubah dari hijau menjadi merah jambu muda) = C  ml, blanko = C1 ml. 
Perhitungan
 N-organik dan N-NH4
 Kadar  N (%)  =  (A ml – A1 ml) x 0,05 x 14  x 100 mg contoh x  fk 
N-NH4
 Kadar  N-NH4 (%) =  (B ml – B1 ml) x 0,05 x 14 x 100 mg contoh x  fk
 N-NO3
 Kadar  N-NO3  (%)  =  (C ml – C1 ml) x 0,05 x 14 x 100  mg contoh x  fk 

Keterangan:       
A ml   = ml titran untuk contoh (N-org + N-NH4)
A1 ml =  ml titran untuk blanko (N-org + N-NH4)
B ml   =  ml titran untuk contoh (N-NH4)
B1 ml =  ml titran untuk blanko (N-NH4)
C ml  =  ml titran untuk contoh  ( N-NO3)
C1ml =  ml titran untuk blanko ( N-NO3)
14      =  bobot setara N
fk      =    faktor koreksi kadar air =  100/(100 – % kadar air) 
Kadar N- organik (%)  =  (kadar N-organik dan N-NH4) – kadar N-NH4
Kadar N-total (%)   =   kadar N-organik  + N-NH4 +  N-NO3















DAFTAR PUSTAKA


Djamaludin,S.M dan S. Wahyono.2006.Pengomposan sampah skala rumah tangga.Kementrian Negara Lingkungan Hidup. Jakarta Timur.

Horwitz, William (Ed.). 2000. Official Methods of Analysis of AOAC International.  17th  edition, Volume I, Agricultural Chemicals, Contaminants, Drugs. AOAC International, Maryland USA. SNI  19-7030-2004. 

Pasaribu,M.2010.Pemanfaatan Kompos Tandan Kosong Kelapa Sawit (Tkks) Dan Mikoriza.http://www.linkpdf.com/ebookviewer.php?url=http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17594/4/Chapter%20II.pdf. 4 Desember 2010

Supadma, A.A.N dan Arthagama,D.M Uji Formulasi Kualitas Pupuk Kompos Yang Bersumberdari Sampah Organik Dengan Penambahan  Limbah Ternak Ayam, Sapi, Babi Dan Tanaman Pahitan.  Jurnal Bumi Lestari, Vol. 8 No. 2, Agustus 2008. hal. 113-121  

Yunindanova B.M  DKK.2008. Tingkat kematangan kompos tandan kosong sawit  dan penggunaan berbagai mulsa terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman tomat (lycopersicon esculentum mill.) Dan cabai (capsicum annuuml.). Makalah Seminar Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB, Oktober 2008.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar